DIA…

Sejak buku Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran dan difilmkan garapan Mira Lesmana saya langsung tertarik dan jatuh cinta pada sosok Soe Hok Gie

Di mata saya, perjalanan hidup Hok Gie cukup fenomenal. Dia pribadi yang genius, di usianya yang 14 tahun dia sudah baca bukunya Gandhi, Tagore (Rabindranath Tagore, filsuf India-Red).

Gie adalah sosok nasionalis sejati yang cinta tanah air Indoensia, kecintaan itu dia ekspresikan lewat kritikan salah satunya melalui tulisannya di sejumlah media cetak saat itu. Bahkan Gie dan sahabatnya Idhan Lubis meningal pada saat pendakian gunung Semeru pada 16 Desember 1969, atau sehari sebelum ulang tahunnya ke 27.

Di satu sisi, sikap keras terhadap segala aksi memperburuk nasib bangsa, sebagai manusia dia memiliki jiwa romantis, pecinta dan penyayang, diatermasuksosok deomsntran yang lembut.

Yups, kisah hidup dia sangat menginspirasi aku. Dengan usianya yang hanya sampai 27 tahun namun dia sudah melakukan dan berbuat sesuatu yang luar biasa bagi Indonesia.

Inilah beberapa quote yang diambil dari catatan harian Soe Hok Gie:

“Seorang filsuf Yunani pernah menulis… nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”

“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil… orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…”

Cover Depan CSDCover Belakang CSD

Buku Catatan Seorang Demonstran dicetak ulang bekerjasama dengan Miles Production, berikut covernya (jadi Catatan Seorang Nicholas)

Soe Hok Gie di Puncak Pangrango, 1967

Siapakah sosok Soe Hok Gie? tanya saja ke mas Wiki

  1. wasiswibowo
    22 Maret 2009 pukul 17:19

    Mengapa berharap tidak dilahirkan, mengapa ingin mati muda, dan mengapa takut mati saat tua…? Keberuntungan dan nasib baik ditorehkan di dunia. Lihatlah betapa banyak orang yang menggetarkan Arsy, dan bisa hidup sampai usia yang tidak muda lagi….Tak usah risaukan kapan engkau mati, karena dia adalah kepastian. Risaukan apa yang telah kita siapkan dan tinggalkan, ketika ajal lolos dari raga. Kebahagiaan bukan pada usia kematian, tapi bagaimana menghadapinya dengan ikhlas setelah meninggalkan sesuatu yang berarti….

    annas: kadang kalimat seperti itu yang betul-betul tertanam, tapi nyatanya, kita saat ini susah bicara “bekal” esok

  2. iwang soeman
    8 Juni 2011 pukul 18:23

    ya,.tapi sayang dia terlampau apatis,dngan kehidupan yang akan datang,..itulah sisi negatifnya yg saya lihat,..sbgai generasi muda seharusnya dia tetap optimis dongk,.agar bisa dia menikmati apa yg menjadi visi dan cita nya kedepan,..hmmm sayang2….

  3. 28 Februari 2012 pukul 16:52

    saya perna melihat dan menonton flem soe ho gie dan sejak saat itu saya meng idolakan orang yg tlah tiada saya berharap agar di indonesia ini ada yg menjadi soe ho gie2 yg baru
    yg bisa memberikan pandangan kepada pemuda indonesia

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar